Selasa, 06 November 2012

masyarakat madani




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian masyarrakat madani dan ciri-cirinya
1.      Pengertian masyarakat madani.
Masyarakat madani artinya masyarakat yang menjadikan nilai-nilai peradaban sebagai ciri utama. Oleh sebab itu dalam sejarah pemikiran filsafat dikenal dengan istilah madinah atau polis, maksudnya adalah masyarakat yang maju (orang-orang kota) dan peradaban.
Masyarakat madani mengandung dua makna, masyarakat kota dan masyarakat beradab (Mustofa, edit. 2006:l07). Jika yang dikembangkan oleh masyarakat bangsa Indonesia adalah masyarakat madani, memang amat baik, tetapi untuk saat ini kelihatannya belum saatnya karena mayoritas bangsa Indonesia masih bertempat tinggal di pedesaan, sehingga aset bangsa jika ditinjau dari segi sistem sosialnya masih berwujud masyarakat pedesaan, berbeda dari masyarakat beradab. Apapun bentuknya suatu masyarakat, masyarakat primitif (seperti sebagian masyarakat Papua), masyarakat tradisional, masyarakat pedesaan, masyarakat modern, masyarakat majemuk, haruslah beradab, berkesopanan, berkehalusan budipekerti, baik atas dasar moral (adat-istiadat lokal), etika (rumusan-rumusan filosofis), maupun atas dasar akhlak (syariat agama) karena mayoritas bangsa ini, masyarakat Indonesia beragama Islam, yang salah satu kerangka dasarnya adalah akhlak (Daud Ali, 2005:l33). Pada level keharusan baik masyarakat madani maupun masyarakat beradab adalah sama, yaitu bermoral, beretika, dan berakhlak.
Di dalam Al-Qur’an Allah memberikan ilustrasi masyarakat ideal, sebagai gambaran dari masyarakat madani dalam Al-Qur’an surah saba’ ayat 15:
IMG_0003.jpg
Artinya
Sungguh bagi kaum saba’ ada tanda (kebesaran tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri (kepada mereka dikatakan) “makanlah olehmu dari rizki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepadanya, negerimu negeri yang baik (nyaman) sedang tuhanmu adalah tuhan yang maha pengampun”
Isyarat alqur’an mengenal masyarakat madani, ada beberapa trm yang dipakai al-Quran yang menunjukkan arti masyarakat utama yaitu ummatan wahidan, ummatan wasathan, dan khaira ummah.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1.      Ummatan wahidatan
Adalah suatu ummat yang bersatu berdasarkan iman kepada allah dan mengacu kepada nilai-nilai kebijakan. Manusia pada prinsipnya tdak mengetahui spenuhnya bagaimana cara memproleh kemasahatan, cara mengatur hubungan antar mereka bahkan cara menyelesaikan perselisihan mereka.
Maka kedatangan islam yang al-Qur’an sebagai kitb sucinya, selain mengembalikan bangsa yang tepecah kepada kepercayan yang murni aau hanif yang sesuai dengn fitrah kejadian manusia yang paling primordial dan mengandung pemersatu individu dalam satuan masyarakat yang lebih besar. Sebgaimana firman allah:
IMG_0004.jpg

Artinya:
“tetapi jika mereka condong kepda perdamaian, maka terimalah dan bertaqwalah kepada allah. Sungguh Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui [Q.S al nfal {8}:61]


2.      Ummatan wasatan
Secara harfiah, wasatha artinya pertengahan atau moderat yang memang menunjuk pada pengertian adil. Maka ummatan wasatan  adalah suat umat yang moderat yang posisinya di tenga agar bisa dilihat dari semua penjuru.
Sedangkan muhammad Qutb menampilkan istilah lain dari wasatha, yaitu posisi islam berda ditengah dua sisi ekstri, kapitalisme, dan omunisme.
Kedua konsep ini, kapitalisme dan komunisme belainan dengan konsep yang dimiliki isla menurut Qutb, individu itu serentak mempunyai dua sifat dalam waktu yang bersamaan, yaitu memiliki safat individu yang bebas dan memiliki sifat sebagai saah satu anggota masyarakat.
Keberadaan umat islam pada posisi tengah menyebabkan mereka tidak seperti umat lainyang anya hanyut oleh matrealisme dan mengantarkannya membmbung tinggi ke alam rohani, sehingga seolah-olah tidak lagi berpijak bumi, namun menjdikan umat islm mmpu memdukan aspek rohani dan jasmani, serta material dan spiritual di dalam segala aspek yang berkembang.
3.      Khaira Ummah
Adalah bentuk ideal masyarakat islam yang identitasnya adalah integrasi keimanan, komitmen kontribusi positif kepada kemanusiaan secara universal dan loyalitas pada kebenaran dengan aksi amar makruf nahi mungkar, sebagaimana dideklarasikan oleh Allah SWT. Dalam surah Ali Imran : 104 dan surah Ali Imran : 110.
Prinsip- prinsip dasar Khaira Ummah pernah dirumuskan oleh jam’iyyah Nahdlatul Ulama dalam muktamarnya ke XIII tahun 1935. Rumusan tersebut terdiri dari lima butir terkenal “ Mabadi’ khaira Ummah “ yaitu :
Ø  As-Siddiq , artinya kejujuran, kebenaran, kesungguhan, dan keterbukaan.
Karena kejujuran merupakan satunya kata dan perbuatan, ucapan dan pikiran, jujur di sini berarti tidak bersikap plin- plan, dan tidak memutar balikkan kata.
Ø  Al-Amanah Wal wafabi ‘ahdi adalah dapat dipercaya, setia, dan tepat janji.
Amanah meliputi semua beban yang harus dilaksanakan baik ada prjanjian atau tidak, sedangkan Walfabil ‘ahdi hanya berkaitan dengan perjanjian.
Ø  Al- ‘Adalah artinya menempatkan segala sesuatu pada tempatnya dengan pegangaan    kepada kebenaran objektif.sikap ini mengandung pengertian objektif, proporsional, dan  taat pada asas.
Ø  Al- Ta’awun artinya tolong – menolong, setia kawan, dan gotong royong dalam kebaikan dan taqwa. Sifat ini merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat karena hidup tanpa bantuan orang lain tidak mungkin.
Ø  Al-Istiqomah artinya ajeg jejeg (tetap dan idak bergeser dari jalur yang sesuai dengan ketentuan Allah, dan rasul-Nya, terutama yang diberikan oleh salafus saliqin dan aturan yang disepakati bersama.
2.      Ciri- Ciri Masyarakat Madani
Masyarakat yang dikehendaki Al Qur’an mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a.       Ketaatan kepada Allah (ummatan musliman )
Masyarakat islam yang dimaksud adalah masyarakat yang secara totalitas patuh dan tunduk kepada Allah, sehingga engharuskan mentaati segala perinyah –Nya baik menyangkut  keagamaan maupun kemasyarakatan dan juga menjauhi semua yang dilarang-Nya tanpa terkecuali.
Sebagaimana rangkaian doa Nabi Ibrahim, dalam surah Al-Baqarah [2] ayat:128

Artinya:
“ ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang- orang yang berserah diri kepada Mu dan anak cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepada Mu...”

Dan diterangkan dalam firman Allah SWT yang lain :
Artinya :
Maka “Mereka mengalahkannya dengan izin Allah, dan Dawud membunuh Jalud kemudian Allah memberinya (Dawud) kerajaan dan hikmah; dan mengajarinya apa yang Dia kehendaki...”
Berdasarkan ayat tersebut, ketaatan, kepasrahan dengan taqwa kepada Allah segalanya akan menjadi mungkin bahwa Allah juga memberikan kelebihannya yang tidak dimiliki orang lain. Seperti kerajaan, ilmu pengetahuan, dan kecerdasan yang luar  biasa. 
Hukum Allah dan rasul-Nya yang terdapat dalam Al Qur’an maupun Hadis, berfungsi mengatur masyarakat, dan ketundukan kepada hukum, merupakan sumber kekuatan mendasar bagi suatu msyarakat untuk bergerak sekaligus menghadapi tantangan.  
b.      Persaudaraan (ukhuwah)
Persaudaraan yang dimaksud adalah persaudaraan berdasarkan agama. Oleh karena itu tidak dibenarkan antara orang beriman terjadi pertengkaran, perselisihan, pembunuhan, penindasan, serta membedakan atau mengistimewakan sebagian atas sebagian yang lain, jika tejadi konflik internal orang beriman, maka hendaknya didamaikan antara mereka. Dalam Al Qur’an dapat dpahami dari konotasi kata Qaum yang dihubungkan dengan konotasi positif dan negatif. Dengan konotasi positif misalnya, Qaum un Saliqin (Q.S.Yusuf :9) Qaumun Mu’minin (Q.S.al-An am:99), Qaumun Ya’lamun (Q.S.Al Baqarah:230), dan sebagainya. 
Sedangkan yang berkonotasi negatif, misalnya: Qaumun Fasiqin (Q.S. al-Mai’dah: 108), Qaumun Zalimin (Q.S. al-Ma’idah: 51), dan Qaumun Mujrimin (Q.S. al-An’am: 147).
Berkaitan dengan ini, masyarakat madinah sebagai tempat turunnyawahyu Allah dan sekaligus pusat lahirnya masyarakat islam terdiri dari berbagai kelompok keyakinan, artinya masyarakat yang memiliki idiologi yang beragam dilihat dari segi agama dan kebudayaan yang bermacam-macam.
Dalam Al-Qur’an juga disebutkan kaum Muhajirin dan Ansor dalam surah at-Taubah: 100 dan 117 serta disebutkan golongan Yahudi, Nasrani, musyrik baik yang tinggal di Madinah dan sekitarnya juga terdapat dalam surah at-Taubah: 101, dan surah al-Ma’idah: 82.
Sedangkan masyarakat Madani sebagai masyarakat yang ideal itu memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) bertuhan, (2) damai, (3) tolong menolong, (4) toleran, (5) keseimbanggan antara hak dan kewajiban sosial. Adapun konsep zakat, infak, sedekah, dan hibah bagi umat islamserta jizyah (pajak) dan kharaj bagi non muslim, merupakan salah satu wujud keseimbanggan yang adil dan musawah dalam masalah ini, (6) berperadapan tinggi, dan (7) berakhlak yang luhur lagi mulia, sebagaimana pujangga Islam Sauki Beik mengatakan:
Artinya:
‘’ Sesungguhnya bangsa itu tergantung moralnya, bila rusak moral, maka rusaklah bangsa itu.’’
3.      Parameter Masyarakat Madani
Merujuk pada Malik Fajar (1999), masyarakat madani yang ingin diwujudkan di Indonesia memiliki beberapa ciri. Pertama, masyarakat yang religius, yaitu masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME. Kedua, demokratis-pluralistik yang menghargai perbedaan pendapat, keanekaragaman suku, ras, agama dan kebudayaan. Ketiga, tertib dan menjunjung tinggi hukum sebagai aturan tertinggi yang mengikat kehidupan bermasyarakat. Keempat, mengakui dan menjunjung tinggi HAM, egalitarianisme, dan tidak diskriminatif. Kelima, profesional dan skillfull; memiliki keunggulan intelektual, ketrampilan dan profesionalisme dalam persaingan global. Keenam, masyarakat yang terbuka dan memiliki tradisi belajar .
Sedangkan Zakiyuddin Baidawy dalam tulisannya, “Strategi Kultural untuk Penguatan Masyarakat Madani” memberikan pendapat berbeda. Dengan memadukan pemahaman klasik model Cicero dan masyarakat Madinah, dengan pemahaman kontemporer model Henningsen tentang masyarakat madani tersirat beberapa ciri masyarakat madani antara lain: 1) kemandirian, 2) kesukarelaan, 3) keswadayaan, 4) keswasembadaan, dan 5) keterikatan dengan norma dan nilai. Diantara nilai-nilai yang menjadi landasan utama bagi bekerjanya karakteristik itu adalah persamaan (equality), keterbukaan (fairness), partisipasi (partisipation), dan toleransi (tolerance). Secara institusional masyarakat madanio teridentifikasi baik dalam bentuk 1) organisasi sosial non pemerintan (ornop) seperto organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, maupun dalam bentuk 2) korporasi ekonomi seperti koperasi, persekutuan dagang, dan aliansi bisnis dan 3) bentuk-bentuk kelompok kepentingan (vested interest) lainnya.


B.     Pengertian Masyarakat dan Fungsinya dalam Kehidupan Manusia
1.      Pengertian masyarakat
Masryarakat berarti sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Dari pengertian ini dapat dicontohkan istilah “masyarakat desa”, ialah masyarakat yang penduduknya mempunyai mata pencaharian utama bercocoktanam, perikanan, peternakan atau gabungan dari ketiganya ini, yang sistem budayanya mendukung masyarakat itu. Masyarakat modern berarti masyarakat yang sistem perekonomiannya berdasarkan pasar secara luas, spesialisasi di bidang industri, dan pemakaian teknoligi canggih (Kamus Besar, l990:564).
Memperthatikan kedua istilah di atas, “masyarakat desa”, dan “masyarakat moderen”, kata kedua dalam gabungan dua kata itu, “desa” dan “modern” merupakan kualitas dari suatu masyarakat. Bertolak dari cara demikian dapat memberi suatu kualitas pada suatu “masyarakat”, umpama masyarakat tradisional, masyarakat primitif, masyarakat agamis, masyarakat beradab, masyarakat sejahtera, dan masyarakat beradab dan sejahtera. Pada contoh terakhir ini memberikan dua buah kualitas sekaligus, yaitu “beradab” dan “sejahtera”. Hal semacam ini boleh-boleh saja.
Sedangkan masyarakat menurut R. Linton adalah setiap kelompok manusia yang telah lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka itu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
Sedangkan menurut Hassan Sadily, masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia yang denggan atau karana sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.
Melihat definisi masyarakat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakatharus mempunyai syarat-sayarat sebagai berikut;
a)      Harus ada pengumpulan manusia hidup dan banyak , bukan kumpulan binatang dan ternak.
b)      Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama dalam suatu daerah tertentu.
c)      Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur untuk menuju kepentingan dan tujuan bersama. Adapun aturan masyarakat yang mengikat tersebut dikenal dengan ‘’Norma-Norma”, sedangkan macam-macam norma masyarakat antara lain;
·            Norama keagamaan
·            Norma hukum
·            Norma kesusilaan
·            Norma kesopanan

2.      Fungsi masyarakat dalam kehidupan manusia
Manusia sejak jaman lahir sampai mati selalu hidup dalam masyarakat dan tidak mungkin manusia hidup sebagai manusia noramal, apabila ia hidup di luar masyarakat.
Segala tingkah laku dan perbuatan manusia adalah ditimbulkan karena adanya hasrat pada manusia. Jadi hidup bermasyarakat itu, bentuk dan coraknya banyak dipengaruhi oleh perbuatan dan tingkah laku manusia dan tingkah laku manusia banyak dipengaruhi oleh hasrat-hasrat yang ada pada manusia.
Adapun hasrat manuia dalam kehidupannya, adalah :
1.          Hasrat sosial,
2.          Hasrat untuk mempertahankan diri,
3.          Hasrat berjuang,
4.          Hasrat harga diri,
5.          Hasrat meniru.
6.          Hasrat bergaul,
7.          Hasrat untuk mendapatkan kebebasan,
8.          Hasrat untuk memberitahukan, dan
9.          Hasrat tolong menolong dan simpati
Disamping adanya hasrat atau doronagan instinktif pada manusia masih terdapat faktor-faktor lain yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Adanya dorongan seksual, yaitu dorongan manusia untuk mengembangkan keturunannya atau jenisnya.
b.      Adanya kenyataan bahwa manusia itu adalah “ serba tidak bisa “ atau sebagai makhluk lemah. Karena itu ia selalu mendesak untuk mencari kekuatan bersama, yang terdapat dalam perserikatan dengan orang lain, sehingga meraka berlindung bersama- sama dan mengejar kehidupan hidup sehari- hari, terdapat pula perlindungan keluarga itu sendiri terhadap bahaya dari luar.
c.       Karena terjadinya “habit “ pada tiap diri manusia. Manusi bermasyarakat karena ia telah bisa mendapat bantuan yang berfaedah diterima sejak kecil dari lingkungannya. Intinya, manusia telah merasakan betapa manisnya hidup bermasyarakat itu, sehingga tidak mau keluar lagi dari lingkungan masyarakat yang telah memberikan bantuan yang bermanfaat baginya.
d.      Adanya kesamaan keturunan, kesamaan teritorial, kesamaan nasib, kesamaan keyakinan/ cita- cita, kesamaan kebudayaan, dan sebagainya.
C.     Peran Umat Beragama Dalam Mewujudkan Masyarakat Beradab dan Sejahtera
Masyarakat, sebagaimana masyarakat madani binaan Rasulullah, didasarkan pada Alquran dan Assunnah beliau sendiri. Petunjuk Alquran yang langsung berkenaan dengan masyarakat beradab dan sejahtera didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:
a)      Tauhid
Rumusan tauhid terdapat dalam surat al-Ikhlas sebagai berikut:
Katakanlah, “Dia lah Alah Yang Maha Esa”. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula dianakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia (Q.S. al-Ikhlas/ll2:l-4)
Dalam ayat kedua dari surat tersebut menyatakan bahwa segala sesuatu bergantung kepada Allah swt., termasuk segala urusan yang berkenaan dengan masyarakat. Kepada Allah mereka, masyarakat, kumpulan dari orang perorang, yang memiliki sistem budaya dan pandangan hidup, menyembah dan mohon pertolongan. Allah berfirman:
Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan (Q.S. al-Fatihah/1:5).
Dalam sistem kebangsaan dan kenegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia, prinsip tauhid sejalan dengan sila pertama, “ketuhanan Yang Maha Esa”, bahkan sebenarnya prinsip tauhid menjiwai sila pertama ini.
b)      Perdamaian
Suatu masyarakat, negara, bahkan masyarakat yang paling mikro sekalipun, yaitu keluarga batih (nuclear family: suami, istri, dan anak) tidak akan bisa bertahan kebaradaannya kalau tidak ada perdamaian diantara warganya. Alquran mengatakan
Dan jika ada dua golongan orang-orang mukmin berperang (bermusuhan), maka damaikan diantara keduanya . . . sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara. Karena itu damaikanlah anatara kedua saudaramu itu (Q.S. al-Hujarat/49: 9 dan l0).
Semangat ayat itu hendaklah yang satu kepada yang lain senantiasa berbuat baik, dan tidak boleh saling bermusuhan.
c)      Saling Tolong Menolong
Tolong menolong merupakan kelanjutan dan isi berbuat baik terhadap orang lain. Secara naluri, orang yang pernah ditolong oleh orang lain di saat ia tertimpa kesulitan, diam-diam ia berjanji “suatu saat akan membalas budi baik yang sedang diterima”. Di saat itu ia merasa berhutang budi. Di saat ini pula sering terlontar kata “semoga Allah membalas budi baik Bapak . . . dan sering pula diiringi doa “Jazakumu-llahu khairal jaza’, jazakumu-llah khairan kasira”(semoga Allah membalas kebaikan yang jauh lebih baik dan semoga Allah membalas dengan kebaikan yang lebih banyak). Dlam hal tolong-menolong, Allah memerintahkan demikian:
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (Q.S. alMaidah/5:3).
d)     Bermusyawarah
Dalam bermusyawarah sering muncul kepentingan yang berbeda dari masing-masing sub kelompok atau warga. Supaya tidak ada pihak yang dirugikan atau tertindas, musyawarah untuk mencapai kata sepakat, motto yang harus sama-sama dijunjung tinggi adalah “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”, nikmat sama-sama dirasakan”, “duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. Musyawarah memang telah terbukti mempersatukan (ta’lluf), masyarakat (Jaelani, 2006:247).
e)      Adil
Adil merupakan kata kunci untuk menghapus segala bentuk kecemburuan sosial. Aneka macam bentuk protes dan demo-demo kolosal umumnya menuntut keadilan atau rasa keadilan karena merasa dirugikan oleh mitra kerja, juragan, majikan, atau pemerintah. Jika para penguasa, majikan, juragan, dan pemegang amanah lainnya berbuat adil insyaallah kesentosaan dan kesejahteraan akan menjadi kenyataan bagi masyarakatnya karena rakyat merasa dilindungi dan diayomi, dan penguasa dihormati dan disegani.
Sifat utama adil dan keadilan amat diserukan dalam Islam. Himbauan, perintah, janji ganjaran bagi yang berbuat adil, ancaman siksa bagi yang berbuat tidak adil (curang, culas, dan lalim) disebut 28 kali (‘Abd al-Baqi, [t.th]:569-700),dan sinonimnya (al-qist) disebut 29 kali dalam Alquran (‘Abd al-Baqi, [t.th.]:691-692). Ini menendakan adil harus menjadi ciri utama bagi setiap muslim atau masyarakat muslim dalam semua urusan
f)       Akhlak
Nabi Muhammad mengaku bahwa dirinya diutus di muka bumi ini untuk menyempurnakan akahlak manusia supaya ber-akhlaqul karimah. Pengakuan itu diwujudkan dengan tindakan konkrit beliau baik sebagai pribadi maupun dalam membangun masyarakat Islam di masanya, yaitu sebagai masyarakat yang disitir dalam Alquran:
Negeri yang baik dan Allah berkenan senantiasa menurunkan ampunan-Nya (Q.S. as-Saba’/34:15).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar