PEMBAHASAN
A.
Pengertian masyarrakat madani dan
ciri-cirinya
1. Pengertian
masyarakat madani.
Masyarakat
madani artinya masyarakat yang menjadikan nilai-nilai peradaban sebagai ciri
utama. Oleh sebab itu dalam sejarah pemikiran filsafat dikenal dengan istilah
madinah atau polis, maksudnya adalah masyarakat yang maju (orang-orang kota)
dan peradaban.
Masyarakat madani mengandung dua makna, masyarakat kota dan masyarakat
beradab (Mustofa, edit. 2006:l07). Jika yang dikembangkan oleh masyarakat
bangsa Indonesia adalah masyarakat madani, memang amat baik, tetapi untuk saat
ini kelihatannya belum saatnya karena mayoritas bangsa Indonesia masih
bertempat tinggal di pedesaan, sehingga aset bangsa jika ditinjau dari segi
sistem sosialnya masih berwujud masyarakat pedesaan, berbeda dari masyarakat
beradab. Apapun bentuknya suatu masyarakat, masyarakat primitif (seperti
sebagian masyarakat Papua), masyarakat tradisional, masyarakat pedesaan,
masyarakat modern, masyarakat majemuk, haruslah beradab, berkesopanan, berkehalusan
budipekerti, baik atas dasar moral (adat-istiadat lokal), etika
(rumusan-rumusan filosofis), maupun atas dasar akhlak (syariat agama) karena
mayoritas bangsa ini, masyarakat Indonesia beragama Islam, yang salah satu
kerangka dasarnya adalah akhlak (Daud Ali, 2005:l33). Pada level keharusan baik
masyarakat madani maupun masyarakat beradab adalah sama, yaitu bermoral,
beretika, dan berakhlak.
Di dalam
Al-Qur’an Allah memberikan ilustrasi masyarakat ideal, sebagai gambaran dari
masyarakat madani dalam Al-Qur’an surah saba’ ayat 15:

Artinya
Sungguh bagi kaum saba’ ada tanda
(kebesaran tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah
kanan dan di sebelah kiri (kepada mereka dikatakan) “makanlah olehmu dari rizki
yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepadanya, negerimu negeri yang
baik (nyaman) sedang tuhanmu adalah tuhan yang maha pengampun”
Isyarat alqur’an
mengenal masyarakat madani, ada beberapa trm yang dipakai al-Quran yang
menunjukkan arti masyarakat utama yaitu ummatan wahidan, ummatan wasathan, dan
khaira ummah.
Adapun penjelasannya sebagai
berikut:
1. Ummatan
wahidatan
Adalah suatu
ummat yang bersatu berdasarkan iman kepada allah dan mengacu kepada nilai-nilai
kebijakan. Manusia pada prinsipnya tdak mengetahui spenuhnya bagaimana cara
memproleh kemasahatan, cara mengatur hubungan antar mereka bahkan cara
menyelesaikan perselisihan mereka.
Maka kedatangan
islam yang al-Qur’an sebagai kitb sucinya, selain mengembalikan bangsa yang
tepecah kepada kepercayan yang murni aau hanif yang sesuai dengn fitrah
kejadian manusia yang paling primordial dan mengandung pemersatu individu dalam
satuan masyarakat yang lebih besar. Sebgaimana firman allah:

Artinya:
“tetapi jika mereka condong kepda
perdamaian, maka terimalah dan bertaqwalah kepada allah. Sungguh Dia Maha
Mendengar, Maha Mengetahui [Q.S al nfal {8}:61]
2. Ummatan
wasatan
Secara harfiah,
wasatha artinya pertengahan atau moderat yang memang menunjuk pada pengertian
adil. Maka ummatan wasatan adalah suat umat yang moderat yang posisinya
di tenga agar bisa dilihat dari semua penjuru.
Sedangkan
muhammad Qutb menampilkan istilah lain dari wasatha, yaitu posisi islam berda
ditengah dua sisi ekstri, kapitalisme, dan omunisme.
Kedua konsep
ini, kapitalisme dan komunisme belainan dengan konsep yang dimiliki isla
menurut Qutb, individu itu serentak mempunyai dua sifat dalam waktu yang
bersamaan, yaitu memiliki safat individu yang bebas dan memiliki sifat sebagai
saah satu anggota masyarakat.
Keberadaan umat
islam pada posisi tengah menyebabkan mereka tidak seperti umat lainyang anya
hanyut oleh matrealisme dan mengantarkannya membmbung tinggi ke alam rohani,
sehingga seolah-olah tidak lagi berpijak bumi, namun menjdikan umat islm mmpu
memdukan aspek rohani dan jasmani, serta material dan spiritual di dalam segala
aspek yang berkembang.
3. Khaira
Ummah
Adalah bentuk ideal masyarakat islam yang
identitasnya adalah integrasi keimanan, komitmen kontribusi positif kepada
kemanusiaan secara universal dan loyalitas pada kebenaran dengan aksi amar
makruf nahi mungkar, sebagaimana dideklarasikan oleh Allah SWT. Dalam surah Ali
Imran : 104 dan surah Ali Imran : 110.
Prinsip- prinsip dasar Khaira Ummah pernah
dirumuskan oleh jam’iyyah Nahdlatul Ulama dalam muktamarnya ke XIII tahun 1935.
Rumusan tersebut terdiri dari lima butir terkenal “ Mabadi’ khaira Ummah “
yaitu :
Ø As-Siddiq
, artinya kejujuran, kebenaran, kesungguhan, dan keterbukaan.
Karena kejujuran
merupakan satunya kata dan perbuatan, ucapan dan pikiran, jujur di sini berarti
tidak bersikap plin- plan, dan tidak memutar balikkan kata.
Ø Al-Amanah
Wal wafabi ‘ahdi adalah dapat dipercaya, setia, dan tepat janji.
Amanah meliputi
semua beban yang harus dilaksanakan baik ada prjanjian atau tidak, sedangkan
Walfabil ‘ahdi hanya berkaitan dengan perjanjian.
Ø Al-
‘Adalah artinya menempatkan segala sesuatu pada tempatnya dengan pegangaan kepada kebenaran objektif.sikap ini
mengandung pengertian objektif, proporsional, dan taat pada asas.
Ø Al-
Ta’awun artinya tolong – menolong, setia kawan, dan gotong royong dalam
kebaikan dan taqwa. Sifat ini merupakan sendi utama dalam tata kehidupan
masyarakat karena hidup tanpa bantuan orang lain tidak mungkin.
Ø Al-Istiqomah
artinya ajeg jejeg (tetap dan idak bergeser dari jalur yang sesuai dengan
ketentuan Allah, dan rasul-Nya, terutama yang diberikan oleh salafus saliqin
dan aturan yang disepakati bersama.
2. Ciri-
Ciri Masyarakat Madani
Masyarakat
yang dikehendaki Al Qur’an mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Ketaatan
kepada Allah (ummatan musliman )
Masyarakat islam
yang dimaksud adalah masyarakat yang secara totalitas patuh dan tunduk kepada
Allah, sehingga engharuskan mentaati segala perinyah –Nya baik menyangkut keagamaan maupun kemasyarakatan dan juga
menjauhi semua yang dilarang-Nya tanpa terkecuali.
Sebagaimana rangkaian doa Nabi
Ibrahim, dalam surah Al-Baqarah [2] ayat:128

Artinya:
“ ya Tuhan kami, jadikanlah kami
orang- orang yang berserah diri kepada Mu dan anak cucu kami (juga) umat yang
berserah diri kepada Mu...”
Dan diterangkan dalam firman Allah
SWT yang lain :

Artinya :
Maka “Mereka mengalahkannya dengan
izin Allah, dan Dawud membunuh Jalud kemudian Allah memberinya (Dawud) kerajaan
dan hikmah; dan mengajarinya apa yang Dia kehendaki...”
Berdasarkan ayat
tersebut, ketaatan, kepasrahan dengan taqwa kepada Allah segalanya akan menjadi
mungkin bahwa Allah juga memberikan kelebihannya yang tidak dimiliki orang
lain. Seperti kerajaan, ilmu pengetahuan, dan kecerdasan yang luar biasa.
Hukum Allah dan
rasul-Nya yang terdapat dalam Al Qur’an maupun Hadis, berfungsi mengatur
masyarakat, dan ketundukan kepada hukum, merupakan sumber kekuatan mendasar
bagi suatu msyarakat untuk bergerak sekaligus menghadapi tantangan.
b. Persaudaraan
(ukhuwah)
Persaudaraan
yang dimaksud adalah persaudaraan berdasarkan agama. Oleh karena itu tidak
dibenarkan antara orang beriman terjadi pertengkaran, perselisihan, pembunuhan,
penindasan, serta membedakan atau mengistimewakan sebagian atas sebagian yang
lain, jika tejadi konflik internal orang beriman, maka hendaknya didamaikan
antara mereka. Dalam Al Qur’an dapat dpahami dari konotasi kata Qaum yang dihubungkan dengan konotasi
positif dan negatif. Dengan konotasi positif misalnya, Qaum un Saliqin
(Q.S.Yusuf :9) Qaumun Mu’minin (Q.S.al-An am:99), Qaumun Ya’lamun (Q.S.Al
Baqarah:230), dan sebagainya.
Sedangkan yang
berkonotasi negatif, misalnya: Qaumun Fasiqin (Q.S. al-Mai’dah: 108), Qaumun
Zalimin (Q.S. al-Ma’idah: 51), dan Qaumun Mujrimin (Q.S. al-An’am: 147).
Berkaitan dengan
ini, masyarakat madinah sebagai tempat turunnyawahyu Allah dan sekaligus pusat
lahirnya masyarakat islam terdiri dari berbagai kelompok keyakinan, artinya
masyarakat yang memiliki idiologi yang beragam dilihat dari segi agama dan
kebudayaan yang bermacam-macam.
Dalam Al-Qur’an
juga disebutkan kaum Muhajirin dan Ansor dalam surah at-Taubah: 100 dan 117
serta disebutkan golongan Yahudi, Nasrani, musyrik baik yang tinggal di Madinah
dan sekitarnya juga terdapat dalam surah at-Taubah: 101, dan surah al-Ma’idah:
82.
Sedangkan
masyarakat Madani sebagai masyarakat yang ideal itu memiliki karakteristik
sebagai berikut: (1) bertuhan, (2) damai, (3) tolong menolong, (4) toleran, (5)
keseimbanggan antara hak dan kewajiban sosial. Adapun konsep zakat, infak,
sedekah, dan hibah bagi umat islamserta jizyah (pajak) dan kharaj bagi non
muslim, merupakan salah satu wujud keseimbanggan yang adil dan musawah dalam
masalah ini, (6) berperadapan tinggi, dan (7) berakhlak yang luhur lagi mulia,
sebagaimana pujangga Islam Sauki Beik mengatakan:

Artinya:
‘’ Sesungguhnya bangsa itu
tergantung moralnya, bila rusak moral, maka rusaklah bangsa itu.’’
3. Parameter
Masyarakat Madani
Merujuk pada Malik Fajar (1999),
masyarakat madani yang ingin diwujudkan di Indonesia memiliki beberapa ciri.
Pertama, masyarakat yang religius, yaitu masyarakat yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME. Kedua, demokratis-pluralistik yang menghargai perbedaan
pendapat, keanekaragaman suku, ras, agama dan kebudayaan. Ketiga, tertib dan
menjunjung tinggi hukum sebagai aturan tertinggi yang mengikat kehidupan
bermasyarakat. Keempat, mengakui dan menjunjung tinggi HAM, egalitarianisme,
dan tidak diskriminatif. Kelima, profesional dan skillfull; memiliki keunggulan
intelektual, ketrampilan dan profesionalisme dalam persaingan global. Keenam,
masyarakat yang terbuka dan memiliki tradisi belajar .
Sedangkan Zakiyuddin Baidawy dalam
tulisannya, “Strategi Kultural untuk Penguatan Masyarakat Madani” memberikan
pendapat berbeda. Dengan memadukan pemahaman klasik model Cicero dan masyarakat
Madinah, dengan pemahaman kontemporer model Henningsen tentang masyarakat
madani tersirat beberapa ciri masyarakat madani antara lain: 1) kemandirian, 2)
kesukarelaan, 3) keswadayaan, 4) keswasembadaan, dan 5) keterikatan dengan
norma dan nilai. Diantara nilai-nilai yang menjadi landasan utama bagi
bekerjanya karakteristik itu adalah persamaan (equality), keterbukaan
(fairness), partisipasi (partisipation), dan toleransi (tolerance). Secara
institusional masyarakat madanio teridentifikasi baik dalam bentuk 1)
organisasi sosial non pemerintan (ornop) seperto organisasi kemasyarakatan,
lembaga swadaya masyarakat, maupun dalam bentuk 2) korporasi ekonomi seperti
koperasi, persekutuan dagang, dan aliansi bisnis dan 3) bentuk-bentuk kelompok
kepentingan (vested interest) lainnya.
B.
Pengertian Masyarakat dan Fungsinya
dalam Kehidupan Manusia
1. Pengertian
masyarakat
Masryarakat berarti sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat
oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Dari pengertian ini dapat
dicontohkan istilah “masyarakat desa”, ialah masyarakat yang penduduknya
mempunyai mata pencaharian utama bercocoktanam, perikanan, peternakan atau
gabungan dari ketiganya ini, yang sistem budayanya mendukung masyarakat itu.
Masyarakat modern berarti masyarakat yang sistem perekonomiannya berdasarkan
pasar secara luas, spesialisasi di bidang industri, dan pemakaian teknoligi
canggih (Kamus Besar, l990:564).
Memperthatikan kedua istilah di atas, “masyarakat desa”, dan “masyarakat
moderen”, kata kedua dalam gabungan dua kata itu, “desa” dan “modern” merupakan
kualitas dari suatu masyarakat. Bertolak dari cara demikian dapat memberi suatu
kualitas pada suatu “masyarakat”, umpama masyarakat tradisional, masyarakat
primitif, masyarakat agamis, masyarakat beradab, masyarakat sejahtera, dan
masyarakat beradab dan sejahtera. Pada contoh terakhir ini memberikan dua buah
kualitas sekaligus, yaitu “beradab” dan “sejahtera”. Hal semacam ini
boleh-boleh saja.
Sedangkan masyarakat
menurut R. Linton adalah setiap kelompok manusia yang telah lama hidup dan
bekerjasama, sehingga mereka itu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang
dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
Sedangkan
menurut Hassan Sadily, masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari
beberapa manusia yang denggan atau karana sendirinya bertalian secara golongan
dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.
Melihat definisi
masyarakat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakatharus mempunyai
syarat-sayarat sebagai berikut;
a) Harus
ada pengumpulan manusia hidup dan banyak , bukan kumpulan binatang dan ternak.
b) Telah
bertempat tinggal dalam waktu yang lama dalam suatu daerah tertentu.
c) Adanya
aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur untuk menuju kepentingan dan
tujuan bersama. Adapun aturan masyarakat yang mengikat tersebut dikenal dengan
‘’Norma-Norma”, sedangkan macam-macam norma masyarakat antara lain;
·
Norama keagamaan
·
Norma hukum
·
Norma kesusilaan
·
Norma kesopanan
2. Fungsi
masyarakat dalam kehidupan manusia
Manusia sejak
jaman lahir sampai mati selalu hidup dalam masyarakat dan tidak mungkin manusia
hidup sebagai manusia noramal, apabila ia hidup di luar masyarakat.
Segala tingkah
laku dan perbuatan manusia adalah ditimbulkan karena adanya hasrat pada
manusia. Jadi hidup bermasyarakat itu, bentuk dan coraknya banyak dipengaruhi
oleh perbuatan dan tingkah laku manusia dan tingkah laku manusia banyak
dipengaruhi oleh hasrat-hasrat yang ada pada manusia.
Adapun hasrat
manuia dalam kehidupannya, adalah :
1.
Hasrat sosial,
2.
Hasrat untuk mempertahankan diri,
3.
Hasrat berjuang,
4.
Hasrat harga diri,
5.
Hasrat meniru.
6.
Hasrat bergaul,
7.
Hasrat untuk mendapatkan kebebasan,
8.
Hasrat untuk memberitahukan, dan
9.
Hasrat tolong menolong dan simpati
Disamping adanya
hasrat atau doronagan instinktif pada manusia masih terdapat faktor-faktor lain
yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat, diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Adanya
dorongan seksual, yaitu dorongan manusia untuk mengembangkan keturunannya atau
jenisnya.
b. Adanya
kenyataan bahwa manusia itu adalah “ serba tidak bisa “ atau sebagai makhluk
lemah. Karena itu ia selalu mendesak untuk mencari kekuatan bersama, yang
terdapat dalam perserikatan dengan orang lain, sehingga meraka berlindung
bersama- sama dan mengejar kehidupan hidup sehari- hari, terdapat pula
perlindungan keluarga itu sendiri terhadap bahaya dari luar.
c. Karena
terjadinya “habit “ pada tiap diri manusia. Manusi bermasyarakat karena ia
telah bisa mendapat bantuan yang berfaedah diterima sejak kecil dari
lingkungannya. Intinya, manusia telah merasakan betapa manisnya hidup
bermasyarakat itu, sehingga tidak mau keluar lagi dari lingkungan masyarakat
yang telah memberikan bantuan yang bermanfaat baginya.
d. Adanya
kesamaan keturunan, kesamaan teritorial, kesamaan nasib, kesamaan keyakinan/
cita- cita, kesamaan kebudayaan, dan sebagainya.
C. Peran Umat Beragama Dalam Mewujudkan Masyarakat
Beradab dan Sejahtera
Masyarakat, sebagaimana masyarakat madani binaan
Rasulullah, didasarkan pada Alquran dan Assunnah beliau sendiri. Petunjuk
Alquran yang langsung berkenaan dengan masyarakat beradab dan sejahtera
didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:
a)
Tauhid
Rumusan
tauhid terdapat dalam surat al-Ikhlas sebagai berikut:
Katakanlah, “Dia lah Alah Yang Maha Esa”. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula
dianakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia (Q.S.
al-Ikhlas/ll2:l-4)
Dalam ayat kedua dari surat tersebut menyatakan bahwa segala sesuatu
bergantung kepada Allah swt., termasuk segala urusan yang berkenaan dengan
masyarakat. Kepada Allah mereka, masyarakat, kumpulan dari orang perorang, yang
memiliki sistem budaya dan pandangan hidup, menyembah dan mohon pertolongan.
Allah berfirman:
“Hanya
kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan” (Q.S. al-Fatihah/1:5).
Dalam sistem kebangsaan dan kenegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
prinsip tauhid sejalan dengan sila pertama, “ketuhanan Yang Maha Esa”, bahkan
sebenarnya prinsip tauhid menjiwai sila pertama ini.
b)
Perdamaian
Suatu masyarakat, negara, bahkan masyarakat yang paling mikro sekalipun,
yaitu keluarga batih (nuclear family: suami, istri, dan anak) tidak akan
bisa bertahan kebaradaannya kalau tidak ada perdamaian diantara warganya.
Alquran mengatakan
“Dan jika ada
dua golongan orang-orang mukmin berperang (bermusuhan), maka damaikan diantara
keduanya . . . sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara. Karena
itu damaikanlah anatara kedua saudaramu itu” (Q.S. al-Hujarat/49: 9 dan l0).
Semangat ayat itu hendaklah yang satu kepada yang lain senantiasa berbuat
baik, dan tidak boleh saling bermusuhan.
c)
Saling
Tolong Menolong
Tolong menolong merupakan kelanjutan dan isi berbuat baik terhadap orang
lain. Secara naluri, orang yang pernah ditolong oleh orang lain di saat ia
tertimpa kesulitan, diam-diam ia berjanji “suatu saat akan membalas budi baik
yang sedang diterima”. Di saat itu ia merasa berhutang budi. Di saat ini pula
sering terlontar kata “semoga Allah membalas budi baik Bapak . . . dan sering
pula diiringi doa “Jazakumu-llahu khairal jaza’, jazakumu-llah khairan
kasira”(semoga Allah membalas kebaikan yang jauh lebih baik dan semoga
Allah membalas dengan kebaikan yang lebih banyak). Dlam hal tolong-menolong,
Allah memerintahkan demikian:
“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (Q.S. alMaidah/5:3).
d)
Bermusyawarah
Dalam bermusyawarah sering muncul kepentingan yang berbeda dari
masing-masing sub kelompok atau warga. Supaya tidak ada pihak yang dirugikan
atau tertindas, musyawarah untuk mencapai kata sepakat, motto yang harus
sama-sama dijunjung tinggi adalah “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”,
nikmat sama-sama dirasakan”, “duduk sama rendah berdiri sama tinggi”.
Musyawarah memang telah terbukti mempersatukan (ta’lluf), masyarakat
(Jaelani, 2006:247).
e)
Adil
Adil merupakan kata kunci untuk menghapus segala bentuk kecemburuan sosial.
Aneka macam bentuk protes dan demo-demo kolosal umumnya menuntut keadilan atau
rasa keadilan karena merasa dirugikan oleh mitra kerja, juragan, majikan, atau
pemerintah. Jika para penguasa, majikan, juragan, dan pemegang amanah lainnya
berbuat adil insyaallah kesentosaan dan kesejahteraan akan menjadi
kenyataan bagi masyarakatnya karena rakyat merasa dilindungi dan diayomi, dan
penguasa dihormati dan disegani.
Sifat utama adil dan keadilan amat diserukan dalam Islam. Himbauan,
perintah, janji ganjaran bagi yang berbuat adil, ancaman siksa bagi yang
berbuat tidak adil (curang, culas, dan lalim) disebut 28 kali (‘Abd al-Baqi,
[t.th]:569-700),dan sinonimnya (al-qist) disebut 29 kali dalam Alquran
(‘Abd al-Baqi, [t.th.]:691-692). Ini menendakan adil harus menjadi ciri utama
bagi setiap muslim atau masyarakat muslim dalam semua urusan
f)
Akhlak
Nabi Muhammad mengaku bahwa dirinya diutus di muka bumi ini untuk
menyempurnakan akahlak manusia supaya ber-akhlaqul karimah. Pengakuan
itu diwujudkan dengan tindakan konkrit beliau baik sebagai pribadi maupun dalam
membangun masyarakat Islam di masanya, yaitu sebagai masyarakat yang disitir
dalam Alquran:
“Negeri yang
baik dan Allah berkenan senantiasa menurunkan ampunan-Nya” (Q.S. as-Saba’/34:15).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar